Pertengahan bulan 8 dalam penanggalan Imlek merupakan puncak dari musim gugur di belahan bumi bagian utara. Dirayakan dengan meriah menjadi festival pertengahan musim gugur atau Mid Autumn Festival ( Zhong Qiu Jie - 中秋節 ).Perayaan ini merupakan perayaan musim karena kedekatan masyarakan Tionghoa dengan alam. Pada festival pertengahan musim gugur, kondisi udara tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Sehingga ada pepatah “ Angin Musim Gugur Mengusap Wajah -秋风拂面). Bulan purnama terlihat paling terang dan berukuran lebih besar. Hal ini diakibatkan jarak bumi ke bulan yang berada pada posisi terdekat dalam sepanjang tahun.
Di
Tiongkok terdapat peninggalan sejarah berupa "Altar Sembahyang
Bulan", "Serambi Sembahyang Bulan" dan "Gedung Menikmati
Bulan". Sedangkan "Kuil Bulan" (月坛) yang terletak di sebelah barat kota Beijing,
adalah sebuah bangunan khusus untuk upacara sembahyang bulan yang dibangun pada
masa Dinasti Ming (1368-1644 Masehi).
Suasana perayaan pada zaman dahulu, sebelum adanya
penerangan lampu oleh listrik, orang-orang Tionghoa Bangka memasang lampion
terang berisi lilin. Lampion ini ramai menghiasi malam yang tergantung di tiang-tiang rumah. Terang bulan
purnama, membuat orang senang untuk duduk-duduk di luar rumah, bersenda gurau,
berbincang-bincang, dan khususnya anak-anak sangat riang gembira, berlari-lari
dan bermain kesana kemari.
Kue Bulan Khas Bangka - @Litha2407-twitter.com images |
Sembahyang bulan dapat dilakukan di tempat-tempat
ibadah di klenteng. Dapat pula di
halaman rumah. Untuk merayakannya, mereka akan menikmati kue bulan ( Ngiat Kong
Pan -月光粄) , yaitu salah satu kue khas Tionghoa Bangka
yang berbentuk bulat yang melambangkan terangnya bulan menyinari bumi ditambah
hiasan ukiran serta manis rasanya. Biasanya hiasan ukiran dengan gambar seorang
wanita yang melayang ke bulan. Wanita itu adalah Chang’e - 嫦娥 atau Chong Ngo -客家(dialek Khek).
Pada saat Sembahyang Bulan terdapat air yang selalu tersaji
dengan lima macam bunga yang melambangkan kehidupan. Lima bunga tersebut adalah
mawar, sepatu, kenanga, melati dan teratai. Setelah sembahyang selesai, air
bunga tersebut untuk mandi. Air bunga ini dipercaya dapat menghilangkan nasib
sial dan mencerahkan wajah seperti Sang Dewi Bulan.
Dahulu, sembahyang bulan banyak dilakukan oleh perempuan
untuk memohon kecantikan, namun seiring perkembangan zaman, kaum laki-laki juga
melaksanakan sembahyang ini. Para perempuan mempersembahkan bedak, sedangkan
laki-laki meletakkan minyak wangi. Kedua persembahan ini akan dipergunakan
sehari-hari.
Persembahan yang wajib saat sembahyang bulan selain kue
bulan adalah buah kelapa dan tebu. Ini sehubungan dengan makanan yang biasa
disantap oleh Sang Dewi Bulan. Selain itu terdapat 3 macam sayur dan
buah-buahan.
Dewi bulan yang identik sebagai simbol “Dewi Kecantikan”
membuat sebagian umat Konghucu menyakini bahwa persembahan alat kecantikan yang
kemudian dipergunakan untuk keperluan
sehari-hari akan menambah kecantikan yang menggunakannya, seperti bedak, sabun,
minyak wangi, lotion atau sejenisnya. Ini adalah satu dari banyak versi seputar
kisah sembahyang bulan.
Sayangnya ritual yang selalu diperingati pada bulan delapan
hari ke 15 malam penanggalan Tionghoa ini, kini terlihat tidak banyak lagi yang
melaksanakannya. Ritual sembahyang ini masih ramai diadakan di daerah Belinyu
dan Jebus.
Kue Bulan berbentuk Pia - pariwisata.frontroll.com images |
Namun, tradisi untuk menyantap kue bulan tetap berjalan.
Saat sembahyang bulan banyak warga yang berburu kue bulan, meskipun tidak
melakukan sembahyang. Ada pula kue bulan yang berbentuk seperti kue pia dan
berisi kacang hijau.
Kue Bulan Bangka - Kue Gampang-Gampang Susah
Kue bulan terbuat dari sekitar 80 persen beras ketan hitam
dan 20 persen gula pasir. Bahannya cukup sederhana, namun proses pembuatannya
terbilang gampang-gampang susah.
Proses pembuatan diawali dengan beras ketan direndam.
Setelah direndam, beras ketan dicuci dan ditiriskan. Selanjutnya disangrai
dengan campuran pasir halus dari pantai. Tujuannya adalah agar panas yang dihasilkan
merata. Sehingga tidak ada beras ketan yang gosong.
Setelah disangrai, beras ketan yang telah bercampur pasir
halus pantai itu disaring. Pada proses inilah beras ketan dan pasir akan
terpisah satu sama lainnya. Kemudian beras ketan digiling menjadi tepung.
Sedangkan gula pasir dimasak dengan air secukupnya hingga
mengental, ditambah sedikit cuka dan essense. Campuran air gula tersebut
dicampur dengan tepung ketan. Adonan yang tercampur kemudian dicetak dengan
cetakan kayu. Pada cetakan terdapat ukiran. Untuk mencetaknya, adonan pada
cetakan harus ditekan agar hasilnya menjadi padat. Untuk bagian dalam kue bulan,
diisi dengan wijen dan buah kundur yang telah diolah jadi manisan dan dipotong
ukuran kecil.
Dulu rata-rata masyarakat Bangka membuat kue bulan sendiri,namun
sekarang sudah jarang dan lebih banyak membeli. Kue bulan memiliki rasa manis.
Oleh karena itu, untuk menikmatinya sangat cocok jika ditemani dengan kuaci,
kacang dan teh pahit. Ukuran kue bulan ada yang kecil dan ada pula yang besar.
Sungguh asyik menikmati manisnya kue bulan, kuaci, kacang
dan teh pahit di halaman rumah di bawah naungan terang bulan purnama. Sambil berkumpul
ria dengan keluarga . bersenda gurau dan bercerita mengenai legenda Sang Dewi
Bulan …(Vau-G/www.bapang007.blogspot.com).
Referensi:
1.
^ Rika Theo dan Fennie Lie, Kisah Kultur dan
Tradisi Tionghoa Bangka, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2014.
2.
^ Pat Ngiat Pan八月半
Hari
Raya Thong Ngin Bangka Belitung, https://bukjam.wordpress.com/2010/09/22/pat-ngiat-pan-%E5%85%AB%E6%9C%88%E5%8D%8A-hari-raya-thong-ngin-bangka-belitung/,
bukjam.wordpress.com, diakses 21
November 2015, Jam 23.15 WIB.
3.
^ Dongeng Tentang Asal Usul Hari Tiong Ciu, http://indonesian.cri.cn/441/2009/09/15/1s101604.htm,
CRI Online, diakses 21 November 2015, Jam 23.45 WIB.
No comments:
Post a Comment