Saturday, 21 November 2015

Wu Gang Pengawal Setia Sang Dewi Bulan


Wu Gang - en.fobshanghai.com images


Wu Gang adalah seorang pemuda tampan nan cerdas, senang mempelajari dan menguasai apa saja dengan cepat 

Awalnya Wu Gang tinggal di pedesaan, melihat puluhan hektar tanaman yang menghijau nan subur, ia sangat tertarik. Maka dia langsung minta kepada Pak Tani agar diajarkan cara bercocok tanam. Baru belajar beberapa hari telah nampak hasilnya yang bagus  layaknya hasil kerja para petani umum. Ia merasa bertani tidak ada apa-apanya, maka ia meninggalkan pedesaan lalu pergi ke ibukota.
Di ibukota, niatnya untuk mempelajari berbagai ketrampilan. Wu Gang telah berguru kepada tukang tembok, kayu dan bahkan tukang besi. Semuanya sama, sebentar saja dia sudah bosen dan ditinggalkan.

Wu Gang beralasan, “Pekerjaan semacam itu tidak ada tantangan dan tidak seru!” . Rupanya di dunia manusia ini tiada yang menarik. Semuanya sangat mudah. Kini aku harus mencari ketrampilan di kalangan dewa, yang menciptakan  sesuatu yang gegap gempita!” pikir Wu Gang.

Ia pun meninggalkan kota dan pergi menjelajah ke pedalaman di pegunungan yang lebat untuk mencari dewa. Akhirnya ia menjumpai seorang dewa sepuh dan berkata kepadanya: “Di dunia ini tiada pekerjaan yang menarik dan tidak menyenangkan.” jelas Wu Gang. Aku ingin menjadi dewa, cobalah Kakek Dewa mengajarkan aku menjadi dewa.”

Kakek Dewa tertawa terbahak-bahak mendengar permohonan Wu Gang, dia menjawab: “Apakah menjadi dewa itu mudah? Bukan setiap orang bisa menjadi Dewa, dia harus memiliki ketekunan dan tanpa pamrih, serta tak kenal lelah. Tapi,… aku akan mencoba mendidik dan melatih kamu dari yang paling dasar, yaitu teknik pengobatan.” kata Sang Kakek Dewa.

Esok pagi, Sang Kakek Dewa membawa Wu Gang mendaki ke puncak gunung memasuki hutan lebat untuk memungut obat-obatan herbal, pulang ke pondok mengajarkan teori pengobatan. Setiap hari dari subuh hingga malam terus berulang tanpa henti. 

Wu Gang mulai kesal dan berkata, “Tiap hari kerjanya mencabut rumput, memetik daun, menghafalkan cara pengobatan. Kapan bisa menjadi dewa?  Ajarkan aku  yang lebih bermanfaaat.” 

“Baiklah, besok aku ajarkan kamu bermain catur.”Kakek dewa menimpalinya.

Hal ini sama saja. Setelah beberapa hari sudah mampu menghafal, Wu Gang timbul kembali rasa bosan. Keinginan  sebenarnya menjadi dewa tinggal di Langit. Kakek Dewa lalu diminta mengajar  “Kitab Suci Langit”. Wu Gang menekuni siang dan malam. Jiwanya sudah mulai tenang. Beberapa bulan kemudian, Wu Gang mulai kecewa lagi.

“Baca, baca, baca buku!  Kapan bisa menjadi dewa? Katanya dewa tinggal di Langit, manusia tinggal di bumi. Kakek, bawalah aku ke Kahyangan.” pinta Wu Gang.

“Baik! Kamu mau ke mana pergi?” tanya Sang Kakek Dewa.

Wu Gang berpikir, bulan cerah, bersih , resik di sana pasti nyaman untuk tinggal dan bermain. Maka dia berkata, “Kita pergi ke bulan!”

“Gampang! Kamu pejamkan mata.” kata Sang Kakek

Ketika Wu Gang memejamkan mata, serasa badan menjadi ringan dan melayang, tak lama kemudian dia mendengar kakek berkata, “ Buka matamu, sekarang sudah tiba!”

Ketika Wu Gang membuka mata dan memandang ke sekeliling tempat. Dia benar-benar terperangah. Bulan tidak seperti yang dibayangkan sebagai tempat keramaian dan nyaman untuk tinggal. Di tempat itu hanya terlihat…sebatang pohon Cinnamon yang menjulang tinggi. Dan tiada yang lain (tentu Wu Gang belum mengetahui bahwa telah tinggal seorang Dewi cantik bernama Chang’e). Dia sungguh kecewa.

Kakek lalu berkata kepada Wu Gang, “Orang yang ingin menjadi Dewa pertama-tama harus memiliki kesabaran yang tinggi. Lihat pohon ini, bila ditebang oleh orang yang sabar, 300 kali penggalan kampak bisa tumbang. Tetapi bila orang yang tak sabar 3000 kali dikampak pun dia takkan roboh, malah sambil ditebang, akan tumbuh terus. Banyak waktu yang terbuang karena terus menggerutu. Sekarang lihat akibat keinginan kamu sendiri, bila kamu tidak mengubah sikap, sepanjang abad kamu tetap berada di bawah pohon ini. Sebagai hukuman, tebanglah pohon ini sampai roboh.”

Selesai bicara, Kakek Dewa berubah menjadi asap dan lenyap.

Nasi telah menjadi bubur, sesal tiada guna. Wu Gang terpaksa menjalankan tugas menebang pohon Cinnamon. Lalai sedikit , banyak menggerutu atau bermalasan saja, batang ranting yang telah ditebang dan daun yang gugur, sekejap kemudian akan tumbuh kembali. Pohon ini terus tumbuh menjulang tinggi.

Berabad-abad sudah berlalu. Wu Gang pun sudah terbiasa dengan pekerjaan menebang yang tak ada habis-habisnya. Akhirnya dia menjadi tukang kebun di “Istana Dingin” itu. Menjadi pengawal setia Chang”e. Setiap tanggal 15 bulan 8 penanggalan Imlek, ketika bulan purnama. Wu Gang memetik banyak bunga untuk Chang’e menebar ke bumi manusia, dan tak lupa pula ia membuat pula arak bunga.

Oleh karena itu, saat bulan purnama dan cuaca cerah sekali, kita dapat melihat di atas bulan selain  Chang’e sedang memintal di bawah pohon dengan didampingi kelinci putih, di sebelah ujung kanan terdapat seorang pria yang berdiri memegang kampak. Itulah Wu Gang yang setia dan tekun.

Cerita Wu Gang di atas dapat memberikan makna bahwa apa yang ingin kita raih  harus dimulai dari usaha yang dilakukan secara tekun dan konsisten. Karena keberhasilan tidak datang begitu saja. Bila kita memiliki keyakinan pada tujuan , maka kita harus memiliki ketekunan untuk tetap berusaha tanpa mengenal lelah. Ketekunan adalah kemampuan kita untuk bertahan di tengah tekanan dan kesulitan dan bertahan sampai tercapai tujuan yang ingin dicapai…(Vau-G/www.bapang007.blogspot.com).

Referensi:
1.          ^ Husen TKS, Cerita Rakyat dalam Masyarakat Tionghoa,  Penerbit Tekad Mandiri, 2013.
2.          ^ Ketekunan adalah Kekuatan Anda, http://iphincow.com/2010/08/02/ketekunan-adalah-kekuatan-anda/,  IphinCow.com, 20 November 2015, Jam 19.30 WIB.

No comments:

Post a Comment