![]() |
Ritual
Puja Pantai oleh Suku Mah Meri - farm2.staticflickr.com Images
|
Gagasan masyarakat setempat yang bernilai baik berupa pandangan
hidup, tata nilai, adat istiadat dan
norma terdapat dalam kearifan lokal, kita temui dalam ritual dan mitos.
Salah satu ritualnya yaitu ritual bahari merupakan suatu keyakinan
akan keberadaan kekuatan di luar kemampuan manusia, permohonan keselamatan,
usaha mempertahankan kehidupan dan rasa syukur atas apa yang telah diterima. Berbentuk
upacara yang telah dikembangkan ke arah ekonomi sebagai salah satu agenda
budaya.
Kekayaan ritual bahari sebagai kekayaan budaya dan daya cipta dilihat
dari nilai-nilai simbolis yang disampaikan sebagai kearifan lokal masyarakat
setempat untuk bertahan hidup. Setelah pada artikel “Taber Laot dan
Muang Jong – Tradisi Adat Masyarakat Pesisir Pantai Pulau Bangka ( Bagian 1)”
membahas ritual adat Taber Laot, maka pada kesempatan ini, kita akan membahas
mengenai Muang Jong. Baik ritual Taber Laot maupun Muang Jong memiliki kesamaan
sebagai tolak bala, harapan akan hasil
laut dan keselamatan ketika melaut.
Suku Sekak atau Sawang
![]() |
Lokasi Tinggal Suku
Sekak di Bangka-Belitung - derosaryebed.blogspot.co.id Images
|
Di kawasan Asia Tenggara terdapat 3 kelompok suku laut [1], dua diantaranya hidup di wilayah
Indonesia yaitu Suku Bajo di Sulawesi sampai Filipina, Moken di pesisir barat
Myanmar sampai Malaysia, dan Sekak di sekitar perairan Riau sampai Kepulauan
Bangka Belitung.
Suku Sekak lebih dekat dengan suku Moken. Seorang ahli
antropologi maritim dari Universitas Tokyo, Akifumi Iwabuchi, menyatakan bahwa
Moken dan Sekak memiliki ritual bahari yang sama yaitu Buang Jung, sebuah miniatur
kapal yang berisi aneka sesajian.
Secara geografis, pesisir barat Myanmar sampai ke Belitung merupakan jalur
pelayaran internasional sejak zaman dahulu. Sehingga memungkinkan terjadinya
migrasi suku Moken dan Sekak. Menurut laporan Jl. Van Sevenhoven (Komisaris
Belanda ) di Belitung tahun 1803 mengatakan bahwa orang Sekak hidup di antara
Pulau Bangka dan Belitung sebagai pemandu, penyelam dan nelayan handal.
Kapal-kapal dagang yang melewati selat Bangka pada waktu itu masih dipenuhi
lumpur, sehingga membutuhkan pemandu yang mengerti kondisi perairan
setempat.Pengetahuan kondisi perairan tersebut diperoleh dari pengalaman
panjang orang Sekak melayari selat Bangka.
![]() |
Peta Lokasi Suku
Sekak, Kampong Laut; Belitung - wikimapia.org Images
|
Suku Sekak kebanyakan tinggal di daerah Bangka Selatan,
Belitung , dan Belitung Timur. Suku Sekak dapat ditemui di Pulau Bangka di wilayah Jebu Laut, Kundinpar,
Lepar dan Pongok. Sedangkan di Belitung di Juru Seberang, Kampung Baru dan
Gantung. Tempat tinggal mereka dikenal dengan KPL atau Kampong Laut. Keunikan suku ini lebih
menyukai tinggal di laut dan daerah pesisir pantai. Bahasa yang dipakai adalah
bahasa suku laut.
Asal usul Suku
Sekak
Menurut catatan EP Wieringa dalam “Carita Bangka” (Rijksuniversiteir
Leiden, 1990) mengalihbahasakan catatan Legenda Bangka yang disusun oleh Haji
Idris tahun 1861, pasal 26, menyebutkan bahwa orang Sekak adalah keturunan
prajurit Tuan Sarah. Tuan Sarah seorang pedagang yang ditunjuk Sultan Johor
untuk memimpin pasukan penyerbu bajak laut di Bangka pada awal 17. Setelah para
bajak laut berhasil diusir, sebagian pasukan tersebut tetap tinggal di Bangka.
Ini yang menjadi cikal-bakal orang Sekak.Terkadang Suku Sekak dikenal
juga dengan Manih Bajau ( keturunan bajak laut [2]).
![]() |
Batman -
visitbangkabelitung.com Images
|
Batman, tokoh adat Sekak, menyebutkan bahwa nenek moyang mereka berasal
dari Lingga, salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau. Dari Lingga, baru
kemudian merantau ke Belitung. Didasari dengan
lagu tradisional Sekak yang berjudul
Campak Daik. Daik merupakan ibu kota Kesultanan Lingga. Sekarang Daik
menjadi ibukota Kabupaten Lingga dengan wilayan laut berbatasan dengan
Kepulauan Bangka Belitung.
Lioba Lenhart dalam Konstruktion, Oszilation udn Wandel Etnicher Der Orang
Suku Laut (Shaker, 2002) memasukkan orang Sekak sebagai sub-suku orang laut.
Suku Laut yang terdapat di Natuna, Anambas, Tanjung Pinang dan Lingga sebagai
orang Laut. Sedangkan yang berada di
sekitar Bengkalis, Riau sebagai orang Kuala.
Orang Sekak memiliki pola hidup berpindah-pindah ( nomaden)
dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu pulau ke pulau lainnya dengan
menggunakan perahu. Pola perpindahan tergantung dengan pergantian musim yang
mempengaruhi periode tangkap ikan. Jika periode tidak menangkap ikan, mereka
akan tinggal sementara di sekitar pantai.
Baru tahun 1985, mereka menetap di daratan dan melaut ketika
mencari nafkah. Setelah ada kebijakan tinggal di darat diberlakukan oleh
pemerintah, orang Sekak mulai menikah dengan orang suku-suku lain. Sehingga
tidak banyak yang bisa disebut sebagai orang Sekak Asli. Tinggal di darat
memberi pengaruh akan semakin hilangnya identitas sebagai orang laut.
Sebelumnya orang Sekak tinggal di perahu yang dikenal dengan Kolek. Dengan
lebar 2m dan panjang 10m. Kolek ini menjadi rumah bagi keluarga orang Sekak.
Pada waktu tinggal di kolek, orang Sekak hanya sesekali ke darat untuk mencari
air tawar jika telah lama tidak turun hujan di lautan. Sekarang mereka telah
tinggal di parak (rumah panggung).
![]() |
Rumah Panggung Orang
Sekak di Pulau Pongok Bangka Selatan - derosaryebed.blogspot.co.id Images
|
Kebijakan tinggal di darat, membuat orang Sekak mulai
mengganti kolek dengan perahu mesin. Waktu melaut-pun menjadi singkat. Tidak
ada lagi yang melaut hingga berbulan-bulan lamanya. Melaut tidak lagi menjadi
berlangsung terus menerus. Jika kondisi hasil melaut sedang kurang, mereka
dapat bekerja di pertambangan timah. Muncul ketidaksesuaian dengan falsafah
hidup yang bersahabat dengan laut yang telah dipegang teguh sejak zaman nenek
moyang.
Hasil penelitian menunjukkan ada sekitar 120 keluarga Sekak
di seluruh Bangka Belitung. Dan hanya 50 orang yang telah berusia di atas 50
tahun yang dapat berbicara bahasa Sekak. Sisanya berbicara dalam bahasa melayu
Bangka atau Belitung.
Jumlah orang Sekak terus merosot. Diduga dipicu pernikahan
dengan kerabat dekat sebagai tuntutan menikah dengan keluarga asli Sekak.
Dikhawatirkan akan hilangnya adat-istiadat orang Sekak. Ada tinggal beberapa
orang yang memahami adat istiadat Sekak seperti Wak Jem dan Batman yang
mengetahui detail ritual, mantra-mantra dan masih fasih berbahasa Sekak.
Identitas penamaan
suku
Sebagian orang di dalam suku menyebut dirinya orang Sekak,
yang lain menyebut sebagai orang Sawang.
Penamaan orang Sekak mengandung sedikit konotasi negatif. Ada yang berpendapat
jika sebutan tersebut sebagai pelesetan dari kata “pekak” (dalam bahasa Bangka) berarti tunarungu. Terlalu banyak
menyelam, mengakibatkan pendengaran orang Sekak terganggu.
Dalam catatan Sobron Aidit (1960-an), muncul sebutan sebagai
orang Sawang. Untuk arti “Sawang”
sendiri berarti jaring laba-laba yang
berwarna hitam yang menempel di dinding rumah. Para tetua, lebih senang
menyebut identitas dirinya sebagai orang Sekak dan pada generasi muda
sebaliknya. Namun lebih banyak literatur ilmiah yang mengacu pada nama “Sekak”.
Dalam ekspresi pandangan Andrea Hirata dalam kisah Laskar
Pelangi digambarkan bahwa suku Sawang (Sekak) adalah orang-orang yang memiliki
integritas & etos kerja yang tinggi, murah hati, dan tidak pernah berurusan
dengan masalah hukum.
“…Tak ada kepelitan
mengalir dalam pembuluh darah orang Sawang… Sejarah menunjukkan bahwa
orang-orang Sawang memiliki integritas, mereka hidup eksklusif dalam
komunitasnya sendiri, tak usil dengan urusan orang lain, memiliki etos kerja
yang tinggi, jujur, dan tak pernah berurusan dengan hukum. Lebih dari itu
mereka tak pernah lari dari utang-utangnya.” (Hirata, 2008:164)
Hal di atas mengindikasikan bahwa masyarakat suku Sekak sangat
memiliki nilai moral kultural yang tinggi yang dapat menghindari konflik dan
menjamin terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam hidup bermasyarakat.
Kesenian Suku
Sekak
Terdapat aneka kesenian suku Sekak seperti tarian dan lantunan
lagu bersyair pantun. Tarian dibagi menjadi tarian ritual dan tarian adat. Yang
termasuk tarian ritual seperti Tari
Pencak Silat, Kuda Dareng, Ancak, Jitun, Mancing Ikan, Numbak Duyung, Simbang
Raje, Lanun, Simbe Gelumbang dan lain-lain.
Tari adat mencakup tari Sampan Ngeleng, Cingadek, Sembah Raje,
Bulan Terang Kelima Belas, Bedaek, Beluncong, Ketimang Burong, Telusor Tebing,
Gajah Manunggang, Nyalui, Aku Berayun, Mate Angin dan lain-lain.
Kerajinan orang Sekak yang terkenal yaitu Tikar Tagem ( Tikar
Besar Kajang), sejenis tenda untuk perahu.
Campak Dalong
Adalah kesenian tradisional khas suku Sekak. Campak yang
berarti menyepak atau menendang sedangkan Dalong berarti kalung. Dikenal pula sebagai “ Sampan Gelang”. Kesenian ini diperkirakan telah ada sejak
tahun 1010 M.
Gerakan menyepak ini mengibaratkan menyepak gelombang laut
yang datang ke pesisir. Dalong yang dipakai terbuat dari kerang kecil yang
dirangkai dalam seutas benang.
Kesenian Campak Dalong terdiri dari seni tari dan seni
lisan. Dalam ritual Muang Jong dipertunjukkan tari Campak Dalong yang diiringi
dengan Deker sebagai nyanyian untuk memanggil roh leluhur. Campak Dalong menggunakan
tiga gendang yaitu Gendang Nganak, Gendang Tengah, Gendang Nduk. Diiringi 1
gong, 1 orang penyanyi dan beberapa penari.
Lagu-lagu dalam
kesenian Campak Dalong antara lain:
-
Deker – nyanyian
untuk memanggil roh leluhur,
-
Loncong – nyanyian untuk mengantar jenazah suku Sekak ke
daratan,
-
Daek – lagu penghibur suku Sekak,
-
Dalong – lagu pemberi semangat suku Sekak saat melaut,
-
Gajah Manunggang
Tokoh-tokoh Pengiat
Kesenian dan Budaya Suku Sekak
Idris Said
atau Bang Deris yang memimpin sanggar kesenian suku Sekak yaitu Sanggar
Ketimang Burong. Tampil mempromosikan berbagai kesenian suku Sekak sampai event
tingkat nasional. Pekerjaan sehari-hari sebagai nelayan dengan keahlian seni
diwariskan langsung oleh sesepuh suku Sekak.
Maestro Campak Dalong yang dikenal dengan nama Batman yang
lahir di Pulau Kalang Bau, Belitung Timur, merupakan keturunan suku Sekak.
Memiliki ilmu keturunan, hingga mampu melaksanakan ritual-ritual adat seperti Muang
Jong. Untuk mempertahankan kesenian Campak Dalong, Batman memberi pelatihan
setiap jum’at atau minggu malam di teras rumahnya. Sering diundang dalam
kegiatan Festival Serumpun Sebalai dan Seni Tradisi yang diselenggarakan oleh
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Profesor Akifumi Iwabuchi, seorang pengajar Antropologi
Kelautan dan Arkeologi Bawah Air sejak tahun 1994 di Universitas Tokyo Ilmu
Kelautan & Teknologi di Jepang. Telah melakukan penelitian selama kurang
lebih 25 tahun di pesisir Sumatera dan
menerbitkan buku “ The People of Alas Valley”. Memiliki inisiatif mengumpulkan
para tetua suku Sekak di lima daerah Bangka Belitung, Pulau Semujur, Teluk
Kelabat, Pulau Lepar Pongok, Tanjung Pandan, dan Gantung Manggar untuk berdiskusi dan
menetapkan soal adat dan budaya suku Sekak sehingga kebudayaan dapat
dipertahankan.
Organisasi Suku Sekak
1. Teluk
Kelabat
Ketua : Sakban ( Desa Air Asem)
Wakil : Awang ( Jebu Laut)
2. Pulau
Semujur
Ketua : Batman ( Baskara Bhakti)
Wakil : Bujang Badrin ( Puding Besar)
3. Lepar Pongok
Ketua : Arip ( Kumbung)
Wakil : Silan ( Pongok)
4. Tanjung
Pandan
Ketua : Awang ( Juru Seberang)
Wakil : Jauhari ( Kampung Laut)
5. Gantung
Manggar
Ketua : Sunardo ( Seberang)
Wakil : Senanto ( Seberang)
Pembentukan organisasi akan membuat jalinan semakin solid
antar orang Sekak, sehingga secara bertahap mampu menggali kembali adat dan
tradisi nenek moyang.
Muang Jong
![]() |
Muang Jong - programpeduli.org Images
|
Muang Jong ( buang jung ; buang jong )adalah tradisi ritual
selamatan laut yang dilakukan oleh suku Sekak. Muang Jong berarti membuang
patok [3]. Upacara ini
diselenggarakan setahun sekali . Diadakan pada musim pancaroba/peralihan,
sebelum memasuki musim angin barat sekitar bulan September sampai dengan
Oktober. Oleh orang Sekak dikenal dengan musim Tenggare’ pute. Pada musim angin
barat, angin akan mulai bertiup kencang
dan gelombang laut menjadi tinggi menghujam.
Pemilihan waktu pelaksanaan didorong pula faktor kesiapan
dan pendanaan. Ritual ini memerlukan waktu kurang lebih selama 5 hari 5 malam
berturut-turut yang dipimpin langsung oleh seorang Tetua Adat. Memberikan
sesajian kepada Penguasa Laut dengan membuat jong yang berisi aneka sesajian
dan ancak [4] yang akan
di-larung ke laut.
Tujuan ritual ini sebagai tolak bala ( membuang kemalangan),
harapan akan perlindungan dari badai, gelombang laut besar dan pembajakan, hasil tangkapan melaut yang
melimpah, serta kesehatan baik jasmani maupun rohani. Hal ini didorong oleh
keyakinan bahwa laut merupakan sumber rezeki dan memerlukan upaya agar selamat
ketika melaut.
Tradisi Muang Jong telah masuk dalam agenda event tahunan,
bagian kegiatan promosi budaya Bangka Selatan.
A.1. Muang Jong di
Desa Baskara Bakti Kecamatan Namang Kabupaten Bangka Tengah.
Tahapan pelaksanaan ritual meliputi:
1. Penetapan waktu
pelaksanaan ritual. Setelah penetapan waktu, Tetua Adat akan mempersiapkan
perlengkapan upacara seperti mencari kayu bernama kayu Juluk Antu. Kayu ini
memiliki keunikan tersendiri yaitu pada waktu akan diadakan ritual, kayu ini
akan sulit ditemui oleh orang awam. Sehingga memerlukan ritual tersendiri untuk menemukannya.
2. Membentuk
kayu-kayu tersebut menjadi dua buah perahu kecil. Perahu utama dibuat dengan
ukuran panjang 3 meter dan lebar 1.5 meter. Sedangkan kapal satunya berukuran lebih kecil. Dibentuk
pula patung-patung menyerupai manusia.
3. Pada hari pertama
ritual, Tetua Adat dan masyarakat mendatangi tepi pantai untuk melakukan ritual
pada jam 21.00 WIB sampai menjelang subuh jam 04.30 WIB. Selama ritual digelar
tradisi kesenian Campak Dalong. Untuk membuat suasana laut menjadi ramai.
Dengan harapan makhluk-makhluk halus yang akan di-larung ke laut lepas akan
terus terjaga. Pada hari ini, perahu kecil dilarung ke tengah laut dengan
dibacakan doa-doa tertentu. Tradisi di hari pertama ini dikenal dengan ritual
buang bala.
4. Pada hari kelima,
Tetua Adat akan mempersiapkan sesajian untuk perahu utama. Seperti air limus
hitam ( minuman softdrink – City), 1 buah telur ayam kampung, ayam betina (
kondisi hidup), ketupat sebanyak 7 buah, lepat 7 buah, dan tembakau sungel.
5. Setelah semua
siap, Tetua Adat akan membacakan doa-doa tertentu dan Jong dilarung ke laut
lepas.
Perahu utama diwarnai dengan warna putih, hitam dan kuning. Perahu
ditulis,“ Rancang kuning berlayar malam,
tuju haluan ke laut lepas ”. Tujuan dari perahu tersebut ke pulau Punggur
Pelabuh Dalam yang diterima oleh Siti Fatimah – Putri Duyung penguasa laut.
Dengan pengirim sesajian dikenal dengan Bujang Item Salah Nama.
Syair-syair yang didendangkan selama lima hari lima malam yaitu:
1. Antu Berayun,
2. Campak Mesir,
3. Gajah Manunggang,
4. Sakit Perut,
5. Aduy Aduy,
6. Andeca Andeci,
7. Arobia Rumba,
8. Cabut Keris
Berbelah Manggis,
9. Campak Dalong,
10. Campak Darat,
11. Cek Mina,
12. Cek Siti,
13. Cemburu,
14. Cerai Kasih,
15. Cingadek,
16. Daek,
17. Dambus Teritip,
18. Dari Mesir,
19. Dunia,
20. Dusun Melayang,
21. Egak Iger,
22. Hitam-hitam,
23. Jambu Merah,
24. Jitun,
25. Karang Ganu,
26. Keteter,
27. Ketimang Burung,
28. Lenggang-lenggang,
29. Lenggang
Kangkung,
30. Mak Inang,
31. Mayang Ampar,
32. Nasi Dingin,
33. Nek Unai,
34. Nelsur Tebing,
35. Pucuk Katis Daun
Mempelai,
36. Selenggang,
37. Selenggang
Pulang,
38. Ulak Gusung,
39. Ngincang
(Loncong),
40. Tekenang Laju
(Loncong),
41. Tekenang Kanjuk
(Loncong),
42. Dan Bujang Awang.
A.2. Muang
Jong di Desa Kumbung dan Desa Tanjung Sangkar Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten
Bangka Selatan.
Ketika angin laut berhembus kencang dan air laut menjadi
pasang pada bulan antara Agustus dan September ( dikenal dengan musim tenggara),
maka ritual Muang Jong akan diadakan.
Ritual dijalankan dengan mempersiapkan beberapa kebutuhan
yaitu:
I.
Tahap persiapan acara
a.
Penentuan waktu pelaksanaan yang dilakukan oleh
Tetua Adat.
b.
Menyampaikan berita pelaksanaan ritual kepada masyarakat
dan pemerintah daerah setempat.
![]() |
Bahan Kayu -
humasresbeltim.blogspot.com Images
|
c.
Menentukan lokasi tempat pengambilan bahan kayu
untuk pembuatan Jong dan perlengkapan lainnya lewat bantuan roh-roh halus. Salah
satu lokasi pengambilan kayu di pulau Ibul yang terletak di seberang laut Desa
Kumbung. Menurut kepercayaan, Pulau Ibul merupakan tempat tinggal para leluhur
mereka yang pertama kali. Orang Sekak akan menuju lokasi dengan membawa
peralatan seperti parang, kapak, gendang dan gong. Para pemuda bertugas
menebang dan mengangkat kayu. Sedangkan para pemudi akan menyanyi dan menari
ketika penebangan kayu. Sebagai bentuk penghormatan kepada roh-roh penunggu
hutan. Bahan-bahan lain yang perlu dipersiapkan yaitu daun kelapa (janur), cat
kertas, dan kain layar berwarna putih.
d.
Pembuatan Jong, Tiang Jitun, Balai Panonang, dan
Tempa.
Pembuatan perlengkapan ritual diarahkan langsung oleh Tetua Adat. Dengan
membagi kelompok-kelompok kerja, sehingga dalam waktu sehari dapat selesai.
·
Jong merupakan miniatur kapal dengan panjang 4
meter. Lengkap dengan sebuah ragak (keranjang)
sebagai tempat meletakkan sesajian. Sesajian berupa seekor ayam ( jantan
ataupun betina), empat buah telur ayam, empat buah kepeng ( semacam kue
serabi), setandan pisang, empat bungkus beras @ 1 Kg. Jong diberi hiasan
berbentuk manusia yang memegang senjata
dan awak-awak kapal. Kertas krep, janur. cat minyak warna putih, merah dan
hijau, bahan-bahan memperindah Jong. Warna Jong tidak boleh sama dengan
warna-warna kapal yang biasa dipergunakan orang Sekak. Tak lupa Jong dipasangi
layar berwarna putih.
·
Balai ( rumah-rumahan) dibuat sebanyak 4 buah.
Berbentuk limas sebesar 1x1 m. Satu buah dibuat dengan ukuran lebih besar.
·
Tiang Jitun setinggi 5 meter dengan bahan kayu
gelam. Dua buah kayu dipersatukan dengan bentuk hampir menyerupai huruf X yang
dipersatukan menggunakan tali.
·
Tempa adalah semacam saluran air yang terbuat
dari kayu-kayu kecil yang dilapisi tikar dan kain. Berfungsi untuk memandikan
para pelaksana ritual Muang Jong.
II.
Tahap pelaksanaan acara.
a.
Melaksanakan ritual Balai dan Jitun.
Setelah perlengkapan telah siap, tiang jitun ditancapkan di lokasi yang telah ditentukan. Ritual balai
dan jitun mulai dilaksanakan pada malam hari. Tanda pemberitahuan lewat bunyi
gong dan gendang pada pukul 18.30 WIB.
Orang Sekak akan mulai berdatangan ke lokasi acara. Tetua Adat akan memeriksa
perlengkapan ritual seperti baskom berisi air, talam dengan mayang pinang
dibungkus kain putih, semangkuk beras kunyit, dupa dan kemenyan. Tetua Adat
dibantu oleh 2 orang yang bertugas mengatur perlengkapan dan memberikan penawar
jika ada yang tak sadarkan diri.
![]() |
Balai Panonang -
Dokumentasi DISPARBUDPORA Kab. Bangka Selatan, 2008 Images
|
Ritual diawali dengan pembacaan doa dengan bunyi gong dan gendang yang
terus menerus dibunyikan. Balai akan diangkat dan diletakkan di pundak.
Bergerak ke kiri-kanan dan
kedepan-belakang. Sambil mengucapkan:
Balai
panonang klanggeng,
Rumah
pangayun klanggeng.
Balai
panonang klanggeng,
Kalo
la milu klanggeng, jangan la mabu.
Jika ada yang tak sadarkan diri, makan para pembantu Tetua Adat akan
mengibaskan mayang pinang ke arah orang tersebut.
![]() |
Tunjung Angin -
visitbangkabelitung.com Images
|
Kesenian tradisional Naik Jitun
dikenal pula dengan Tunjung Angin. Tetua Adat akan membacakan doa hingga dirinya
tak sadarkan diri. Para pembantu akan mengantarkan sang Tetua Adat menuju tiang
jitun. Tetua Adat akan menaiki tiang jitun diiringi bunyi gendang dan gong.
Para pembantu akan menembangkan lagu:
Lu-lu bateri Jawa
Mangatun dan lenggang
La yun semarang
La nenek bebuai
Di jitun nan tinggi
La bapak bebuai
Di Kayu besar
Setelah Tetua Adat turun, para pembantu bergantian naik ke tiang jitun.
Selesainya naik jitun, diisi tari-tarian dengan iringan lagu Dalung, Ya Ali,
dan Gajah Manunggang. Gajah Manunggang
memperlihatkan gerakan mengayuh dayung perahu sebagai simbol suku Sekak yang
berprofesi sebagai pelaut dan bahagia atas hasil laut yang melimpah. Lagu
tersebut akan dilantunkan secara berulang-ulang hingga pagi hari.
b.
Ritual Muang Jong
Dimulai dengan mengarak Jong keliling kampung dari ujung desa menuju ke
pantai. Pantai yang dipilih adalah pantai Kumbung Ujung Gusung, Bangka Selatan.
Ritual ini tetap diiringi dengan bunyian gong dan gendang. Masyarakat yang
ingin menyaksikan ritual, dapat bergabung ke barisan.
Setelah sampai di pantai, sekitar pukul 08.00 WIB dibawah arahan Tetua
Adat, jong dan semua perlengkapan dibawa ke perahu. Satu jong yang berisi
sesajian dan 3 buah balai. 1 balai sisanya akan ditinggal untuk dibuang ke
daratan.
3 balai yang dibawa akan dibuang ke tiga lokasi. Satu bersama dengan jong
yang di-larung, dua balai akan di
buang ke tanjung. Setelah sampai di lokasi pelarungan jong, beberapa orang akan
turun terlebih dahulu untuk mengelilingi perahu, menyisir dan memastikan lokasi aman dari gangguan
makhluk halus. Sang Tetua Adat akan berkomunikasi dengan seseorang [5]yang
ditunjuk sebagai wakil penerima persembahan jong. Setelah Dewa Laut menerima
persembahan tersebut, jong akan di-larung
ke lautan lepas. Bersamaan dengan itu, Tetua Adat akan memberi isyarat untuk
dilaksanakan pembuangan balai di tanjung dan daratan.
Orang yang mewakili Dewa Laut akan dipanggil naik ke perahu dan
disadarkan lagi. Para pembantu akan mendendangkan:
Pulang
kekire pulang ade guru
Lakile
ada guru kekire ia mulang
Akhirnya acara pun telah selesai, para peserta akan kembali ke daratan
dengan gembira dan bernyanyi. Acara tersebut selesai sekitar pukul 12.00 WIB.
III.
Tahap akhir ritual
Rombongan peserta akan kembali ke daratan dan menuju ke
tempat pemandian dari air tanah yang dialirkan ke tempa. Ritual ini dilakukan
dengan menyiram para pelaksana upacara satu demi satu yang bertujuan untuk
menghindarkan gangguan makhluk-makhluk halus dari laut. Para peserta yang
menyaksikan upacara tersebut juga akan di siram air hingga basah kuyup. Ada
kepercayaan jika tidak terkena air, maka akan memperoleh malapetaka.
Beberapa pantangan dan aturan
dalam ritual Muang Jong yaitu:
1. Sebelum dan sesudah ritual dilarang berkelahi. Jika ada yang
melanggar akan dikenakan sanksi dikucilkan dan didenda membayar biaya peralatan
selama pelaksanaan ritual.
2. Warna jong tidak boleh sama dengan warna perahu yang dipakai
sehari-hari.
3. 3 hari setelah ritual, tidak diperbolehkan melaut.
4. Semua peserta upacara baik pelaksana maupun penonton harus
mengikuti arahan. Termasuk ketika ada penonton yang tak sadarkan diri.
5. Pada waktu ritual pemandian, setiap orang harus bersedia
terkena siraman air.
Lambang dan makna dalam ritual Muang Jong
a.
Jong melambangkan hadiah berupa kapal kepada
Dewa Laut,
b.
Warna cat yang khusus sebagai bentuk
penghormatan,
c.
Sesajian sebagai persembahan untuk memperoleh hasil
melaut yang melimpah,
d.
Balai berbentuk limas sebagai persembahan rumah
kepada Dewa Laut,
e.
Warna putih pada ikat kepala Tetua Adat, kain
layar dan pembungkus mayang pinang sebagai lambang kesucian,
f.
Gotong royong dalam mempersiapkan ritual
memiliki makna kebersamaan dan turut peduli dengan ritual budaya suku Sekak.
A.3. Muang Jong
Tanjung Pendam, Kecamatan Tanjung
Pandang – Kabupaten Belitung.
![]() |
Belitung -
radarbangka.co.id Images
|
Muang Jong diselenggarakan juga oleh masyarakat pesisir
pantai di Tanjung Pendam, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung secara
turun temurun oleh suku Sekak yang bermata pencaharian sebagai nelayan.
Muang Jong berlangsung selama 3 hari. Setelah ritual adat,
masyarakat suku Sekak dilarang mengarungi lautan hingga 3 hari ke depan.
Ritual prosesi Muang Jong:
a.
Pelaksana upacara oleh Tetua Adat,
b.
Berasik - kontak batin antara Tetua Adat dengan
makhluk halus melalui pembacaan doa. Pada saat proses berasik berlangsung, akan
tampak perubahan gejala alam seperti angin yang bertiup kencang ataupun
gelombang laut yang begitu deras.
c.
Malam sebelum jong di-larung kelaut, dilakukan semedi dan tari-tarian. Tarian Ancak
dilaksanakan di hutan. Seorang pemuda akan mengoyang replika kerangka rumah
yang telah dihiasi daun kelapa ke empat arah mata angin. Iringan gendang dan
gong turut mengisi acara tarian. Bertujuan untuk mengundang para makhluk halus
dan penguasa lautan dalam ritual Muang Jong. Tarian ini berakhir ketika penari
tak sadarkan diri dan memanjat tiang jitun.
Tari Sambang Tali juga dipertunjukkan dalam
acara ini. Dimainkan oleh sekelompok pria. Nama tarian ini dari nama burung
yang biasa menjadi petunjuk lokasi yang banyak ikan. Terkadang, burung ini
mampu menjadi petunjuk jalan menuju daratan ketika para nelayan kehilangan
arah.
d.
Numbak Duyung, yakni mengikatkan tali pada
sebuah pangkal tombak dengan dibacakan doa-doa tertentu. Konon tombak ini dapat
untuk menangkap ikan duyung. Kegiatan dilanjutkan dengan memancing ikan di
laut. Jika ikan yang diperoleh banyak, maka orang yang dapat ikan tersebut,
tidak diperbolehkan mencuci tangan di laut.
e.
Acara jual beli Jong. Pada acara ini, orang
darat (penduduk sekitar perkampungan suku Sekak) turut dilibatkan. Tidak
mempergunakan uang, tetapi dengan sistem barter antara orang darat dengan orang
Sekak. Terlihat kerukunan dan saling dukung. Dalam prosesi ini, orang darat
akan meminta agar orang Sekak memperoleh
banyak rejeki, dan sebaliknya orang Sekak meminta agar tidak dimusuhi saat
berada di darat.
f.
Beluncong. Menyanyikan lagu-lagu khas orang
Sekak dengan alat-alat musik sederhana.
g.
Nyalui. Mengenang arwah orang-orang yang telah
meninggal lewat nyanyian.
h.
Sebelum upacara pelarungan jong, dilakukan
kontak batin.
![]() |
Penurunan
Jong – Potret Belitung pdf Images
|
i. Jong dilepaskan di tengah laut. Biasa dilakukan
di dekat perkampungan suku Sekak.
j.
Rombongan kembali ke daratan.
k.
Hiburan.
l.
Selesai.
Para pengunjung yang datang dari luar Kabupaten Belitung,
dapat dengan mudah menuju ke Tanjung Pendam.
Dari Bandara Udara H.A.S. Hanandjoeddin (Tanjung Pandan) dapat
menggunakan alat transportasi mobil ataupun
motor. Melihat ritual adat Muang Jong, para pengunjung tidak dikenakan
biaya.
A.4. Muang Jong
Kampung Laut, Desa Selingsing, Kecamatan Gantung – Kabupaten Belitung Timur.
Terletak sekitar 10 km dari pusat kota Manggar – Ibukota
Kabupaten Belitung Timur. Memiliki komunitas mencapai 50 kepala keluarga. Salah
satu ritual adat yang diadakan yaitu Muang Jong. Acara dilaksanakan pada malam
hari sekitar pukul 21.00 WIB, setelah Tetua Adat merapalkan doa-doa yaitu
Bediker. Sebagai sarana berkomunikasi dengan makhluk-makhluk halus. Secara
bersama-sama para peserta ritual bernyanyi dan berdendang syair-syair dengan
iringan alat musik tradisional suku Sekak, mengelilingi miniatur perahu.
Terkadang ketika ritual dilaksanakan, ada peserta yang kehilangan kesadaran.
Dalam kepercayaan orang Sekak, telah “kemasukan” roh para leluhur yang turut hadir dalam
ritual. Ritual Bediker dilakukan selama 2 hari.
Keesokan hari diisi dengan ritual Kude Dareng, Jual-Beli
Jong, Ke Pulau Taun, Mancing, Numbak Dutong, Kesenian Gajah Nunggang dan Campak
Laut yang berlangsung hingga malam.
Puncak acara dengan mengarak-arak jong ke pantai ( dalam
acara ini dilaksanakan di Pantai Tanjung Mudong). Setelah mencapai lokasi yang
dimaksud Tetua Adat, ritual Sampan Geleng
dilaksanakan sebelum pelepasan jong ke laut. Jong di-larung
ke tengah laut lewat iringan nyanyian
dan syair-syair.
Ritual Adat Muang Jong di Nusantara
A. Sedekah Laut
Ritual Sedekah Laut ditemukan di beberapa daerah pesisir
pulau Jawa seperti Pekalongan, Pacitan, Bantul, Cilacap, Tegal, Juwana dan
Rembang. Dilakukan dengan me-larung kepala
kerbau dan hasil bumi ke tengah laut. Sebagai bentuk persembahan kepada Penguasa Laut atau
Mbaurekso. Masing-masing daerah memiliki keunikan ritual tersendiri.
A.1. Pekalongan
![]() |
Sedekah Laut
Pekalongan - jateng.tribunnews.com Images
|
Sedekah laut atau Nyadran merupakan ritual pe-larung-an Ubo Rampe ke tengah laut, diadakan pada tanggal 1 suro ( Muharam)
oleh para nelayan dan pemilik kapal. Harapan akan keselamatan, hasil tangkapan
yang melimpah dan rasa syukur atas apa yang telah diperoleh. Terdapat
pertunjukan wayang kulit dengan lakon Badeg
Basu yang berceritera mengenai asal usul binatang di alam.
Persembahan sesajian berupa seekor kerbau, 3 meter calico, tumpeng,
jenang merah putih, kembang setaman, jajan pasar, buah-buahan, hasil bumi,
beras, pohon tebu, pohon dan buah pisang, kopi dan teh ( pahit dan manis), air
putih, tembakau, permainan wayang dan gamelan, tiga macam ikan beserta wadah,
replika rumah, uang dan uang-uangan, sepasang baju wanita –pria, seperangkat
perlengkapan berhias wanita, kelapa gading, dan bambu gading. Semua sesajian ini
perlambang keamanan, kegembiraan, kehormatan, keikhlasan, dan kehidupan para
nelayan yang melaut.
A.2. Juwana, Pati
![]() |
Sedekah Laut Pati - coretantintakehidupanku.blogspot.com Images |
Dilaksanakan
satu minggu setelah hari raya Idul Fitri dengan ritual larung sesaji dan pertunjukan wayang kulit serta aneka hiburan. Sesajian berupa kepala kerbau dan berbagai
macam ubo rampe yang akan di-larung ke laut. Bertujuan untuk
memperoleh keselamatan dan hasil melaut yang melimpah.
Ritual ini juga
memiliki manfaat sebagai alat membangun solidaritas dan karakter antar warga
masyarakat.
A.3. Cilacap
![]() |
Sedekah Laut Cilacap -
jalan2.com Images
|
Bermula pada
pemerintahan Bupati Cilacap ke-3 Tumenggung Tjakrawerdaya III yang
memerintahkan Ki Arsa Menawi (sesepuh para nelayan Pandanarang) untuk me-larung sesaji ke laut selatan pada hari
Jumat Kliwon bulan Syura tahun 1875.
Sejak tahun
1983 telah dijadikan sebagai pertunjukan wisata, didahului dengan prosesi
Nyekar (ziarah) ke Pantai Karang Bandung
– Pulau Majethi, sebelah timur Pulau Nusakambangan dan mengambil air bertuah
yang diyakini tempat tumbuh bunga Wijayakusuma. Dilaksanakan oleh Ketua Adat nelayan Cilacap
untuk memohon tangkapan ikan yang melimpah dan keselamatan ketika melaut.
Sesaji
dibawa menggunakan Jolen yang berisi
jajanan pasar, makanan mentah, mainan anak-anak, kepala kerbau, sapi atau
kambing. Malam hari setelah selesai upacara Sedekah Laut, dilanjutkan dengan
aneka pertunjukan kesenian tradisional dari tiap-tiap desa.
A.4. Bantul
![]() |
Sedekah Laut Bantul -
dkp.bantulkab.go.id Images
|
Diadakan di
Dusun Ngentak, wilayah Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul –
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka merupakan nelayan di wilayah pantai
Pandan Simo. Ritual ditujukan kepada Penguasa Laut Selatan, Nyai Roro Kidul untuk memohon memperoleh
keselamatan dan penghasilan ikan yang melimpah. Diadakan sekali dalam setahun,
jatuh pada hari minggu pertama di bulan Syawal.
B. Jamuan Laut, Serdang dan Langkat; Sumatera
Utara
![]() |
Jamuan Laut -
melayuonline.com Images
|
Ritual Jamuan Laut merupakan warisan sejak zaman dahulu,
sebagai tolak bala lewat memberikan persembahan kepada Penguasa Laut yang
dikenal dengan Jimbalang atau Mambang Laut. Upacara ini dilaksanakan 4 tahun
sekali atau jika ada “isyarat” (berupa mimpi) yang diterima Pawang Laut. Waktu
pelaksanaan pada tanggal 1, 5, dan 30 bulan Hijriah ( sekitar bulan Juli dan
Agustus penanggalan Masehi). Ritual berlangsung selama tiga, tujuh atau
sembilan hari sesuai kesepakatan antara Pawang Laut, Tokoh Adat, pemerintah daerah dan
pemuka masyarakat.
Dilaksanakan oleh masyarakat Melayu - Serdang; Sumatera Utara yang bertempat di
Pantai Cermin. Sedangkan di daerah Langkat oleh masyarakat Melayu - Jaring
Halus. Masyarakat ini mempercayai bahwa di lautan tinggal 8 penunggu yang
menguasai setiap penjuru mata angin yaitu Mayang Mengurai (Penguasa bagian
Timur), Laksamana, Mambang Tali Arus (Penguasa bagian Selatan), Nambang Jeruju,
Katimanah (Penguasa bagian Barat), Panglima Merah, Datuk Panglima Hitam (Penguasa
bagian Utara) dan Babu Rahman.
Titik tengah dari empat arah penguasa laut, diletakkan Tapak
Jamuan Laut. Penentuan letak diputuskan lewat musyawarah. Posisinya terletak di
hamparan lahan yang luas, bersih dari tindakan kejahatan, tidak mengganggu alam
sekitarnya dan memiliki nilai sejarah. Memenuhi nilai sejarah akan tempat awal
kedatangan masyarakat pertama di daerah tersebut.
Ritual ini dilaksanakan Pawang Laut yang memiliki kemampuan
untuk menguasai makhluk halus dan Penguasa Laut.
Perlengkapan dalam Jamuan Laut yang dikenal dengan Ramuan
Jamu Laut meliputi:
a.
Makanan – cucur, buah Melaka, lepat manis, apam,
kue rubiah dan kue keras,
b.
Beras putih dan kuning,
c.
Bertih – padi yang disangrai,
d.
Sembilan pohon bakau,
e.
Limau purut,
f.
Kambing hitam jantan yang disembelih,
g.
Dua ekor ayam putih yang disembelih,
h.
Logam, cawan dan pakaian putih,
i.
Pawang Laut berpakaian dan ikat kepala berwarna putih,
j.
Darah, tulang dan air,
k.
Gambar beragam ikan,
l.
Kemenyan.
Benda-benda yang akan dipersembahkan mengandung makna
tertentu yang disesuaikan dengan adat-istiadat dan kepentingan sosial-budaya
masyarakat setempat.
C. Simah Laut, Sampit; Kalimantan Tengah
Dilaksanakan di Pantai Pandaran, Sampit; Kalimantan Tengah.
Merupakan ritual tolak bala, sebelum para nelayan melaut. Waktu pelaksanaan 10
hari setelah Idul Fitri.
Ritual dimulai dengan doa bersama oleh tokoh agama, kemudian me-larungkan miniatur kapal berukuran 1,5 x 0.6 meter ke laut.
Berisi kue tradisional ( seperti kue cucur, apem, wajik, bubur merah, dan bubur
putih), telur serta kepala kerbau. Dibuat untuk empat tempat sebagai sesajian
penguasa laut di empat penjuru mata angin.
Harapan masyarakat agar hasil melaut yang melimpah dan dijauhkan
dari marabahaya di lautan.
D. Macceratasi – Masyarakat Pesisir
Kotabaru, Kalimantan Selatan
![]() |
Macceratasi -
cybertravel.cbn.net.id Images
|
Macceratasi merupakan ritual adat dengan menumpahkan darah hewan
ke laut. Diadakan saat menjelang tahun baru Masehi di Pantai Gedambaan, Pulau
Laut Utara Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.
Ritual berlangsung selama 2 hari, dipimpin oleh Tokoh Adat dengan
mengadakan upacara Tampung Tawar. Hewan yang
disembelih antara lain kerbau, kambing, dan ayam. Darah hewan ini akan
dialirkan ke laut, sementara dagingnya dibagikan kepada masyarakat yang hadir.
![]() |
Meniti - wisatamelayu.com Images
|
Ritual
diisi dengan pertunjukan kesenian tradisional seperti Hadrah, Pencak Silat, dan Meniti. Baru
pada hari ke-2 ritual me-larung miniatur rumah perahu, lengkap
dengan sajian berbagai makanan matang.
E.
Haroana
Andala – Masyarakat Bone-Bone, Kota Bau-Bau, Pulau Buton – Sulawesi Tenggara
Ritual
dipimpin oleh Tetua Adat dengan menyangrai
gabah kering dalam sebuah bejana tanah. Gabah sangria ini dihamburkan ke bibir pantai bersamaan panjatan doa.
Persembahan yang disiapkan berupa ikan dalam berbagai olahan, kue-kue khas
wolio, dan 2 ekor ayam beda warna.
Ditaruh di sebuah bahtera (perahu) khas Buton berukuran mini yang disebut Bhoti.
Bhoti di-larung menuju kawasan
segitiga teluk Bau-Bau antara Bau-Bau, Waara dan Kauruapuna ( Pulau Muna).
Lewat ritual ini, harapan agar laut terus menjadi tempat mengais rezeki yang
berlimpah, dan senantiasa bersahabat dengan para nelayan.
F. Mappadensi - Suku Mandar ; Sulawesi Tenggara
Merupakan ritual suku Mandar yang dilaksanakan sebelum dan
sesudah melaut. Dengan cara memberi makan Penjaga Laut ( Setassasi) , supaya memperoleh keselamatan dan hasil tangkapan yang melimpah. Ritual ini
dipimpin oleh Tetua Adat ( Srodro) yang mampu berhubungan dengan roh-roh Para
Leluhur.
Sesajian yang dipersembahkan berupa tumbuhan, nasi , telur,
gambir, dupa, kambing, dan ayam kepada Penjaga Laut. Ritual ini mengandung
fungsi sosial untuk saling bekerjasama dan
memiliki rasa senasib sepenanggungan.
G.
Nampo Tawar
- Suku Bajo; Pulau Bungin, Kabupaten Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat
Ritual sebagai
persembahan kepada Penguasa Laut. Dikenal pula dengan ritual Turun ke Laut. Bertujuan
agar para nelayan selamat dan memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. Biasa
dilakukan untuk kapal baru yang akan mulai melaut. Malam sebelum berangkat
melaut, diadakan pembacaan doa bersama, persiapan sesajian yang berisi tiga
macam bunga dengan warna berbeda, bubur putih, tumpeng ketan warna kuning dan
pembakaran kemenyan. Dilanjutkan dengan makan bersama.
Terdapat ritual
lanjutan yaitu mengoleskan bubuk beras warna kuning ke bagian perahu sambil
mengitari perahu sebanyak 3 kali. Merupakan simbol perlindungan bagi awak dan
perahu.
Ritual Adat Muang Jong di Malaysia
A. Puja Pantai
Ritual Puja Pantai ( Oceanic Healing) dikenal juga dengan Menjamu Hantu Laut atau Menyemah Pantai merupakan salah satu
ritual yang dilaksanakan oleh para nelayan di Pantai Timur terutama di wilayah
Kelantan dan Terengganu. Diadakan sebelum musim tangkap ikan. Semah putih atau kepala
kerbau putih di-larung ke laut
sebagai persembahan kepada Semangat Laut
atau Hantu Air. Bertujuan agar para
nelayan bebas bahaya ketika melaut. Selain itu ritual ini bermanfaat sebagai
wadah kumpul antara para nelayan dan petani.
Sembari beristirahat dari pekerjaan, berbicara dan diskusi mengenai
peluang-peluang dan cara mengatasi masalah yang dihadapi dalam pekerjaan. Terjadi
saling tukar informasi satu sama lain.
Sekitar tahun 40-an diadakan selama tujuh hari tujuh malam di
Pantai Cahaya Bulan (dahulu bernama Pantai Cinta Berahi). Persembahan berupa
kepala kerbau putih yang di-larung
untuk Jin Laut Datuk Selepang Kaki. Pawang akan membacakan doa sambil
mengenggam beras kunyit pada waktu senja hari. Setelah itu melambai-lambai tangan
ke arah laut, sebagai tanda kepada makhluk-makhluk halus untuk menerima
persembahan pada tengah malam hari terakhir Puja Pantai.
Penguasa Laut Datuk Selepang Kaki, anak dari Damenit dan Namenit.
Memiliki beberapa pembantu yaitu Panglima Hitam, Tun Teja Muda, Jamal, Jobin,
Tedung, Anas, Jamanas, Manas dan lain-lain. Area kekuasaan meliputi tujuh muara
sungai mulai Pulau Redang , Terengganu, hingga ke Pantai Tumpat – Kelantan.
Puja Pantai - Suku Mah Meri;
Kampung Judah, Pulau Carey dan Banting
![]() |
Puja Pantai,
Pulau Carey-Selangor - mukhrizhazim.com Images
|
Suku Mah Meri merupakan sub-suku Orang Asli Senoi. Tinggal di
sepanjang pesisir Selangor dari Sungai Pelek sampai Pulau Carey. Suku ini
dikenal pula sebagai “Manusia Bertopeng Malaysia”. Topeng hasil
pahatan yang menjadi simbol penghormatan kepada Para Leluhur. Suku Mah Meri
merupakan salah satu dari 18 suku yang tinggal di Semenanjung Malaysia.
Setiap tahun diadakan ritual Puja Pantai pada hari ke -5 dari
Tahun Baru Imlek. Biasa dilaksanakan di Kampung Judah, Pulau Carey dan Banting.
Bertujuan agar bebas dari gangguan makhluk halus dan memperoleh rezeki melaut
yang berlimpah. Suku ini percaya bahwa adanya kekuatan para makhluk halus yang
dapat mempengaruhi dalam mencari rezeki. Makhluk halus yang dikenal “ Hantu Air”, diberikan persembahan berupa
Semah (kepala kerbau) yang di-larung ke laut. Dipimpin langsung oleh seorang
“Shaman”.
B. Orang Kadazan, Daerah Papar dan
Kimanis, Sabah – Malaysia Timur
Ritual Inajung-ajung merupakan
perahu kecil yang di-larung ke
laut. Diadakan setiap tahun saat perayaan Monsung Dahungan. Bertujuan agar para
makhluk halus membantu memberikan kelimpahan rezeki. Sesajian berupa makanan
seperti nasi, buah-buahan, pinang dan aneka makanan hasil laut. Perahu yang di-larung, jika kembali ke pantai,
merupakan tanda akan terjadi kekurangan rezeki.
Kesimpulan
Ritual Muang Jong dan berbagai ritual yang sejenis dilaksanakan akan
adanya harapan atas hasil melaut yang melimpah dan keselamatan. Kepercayaan
akan adanya sesosok yang memiliki kekuatan diluar kemampuan manusia seperti Putri Duyung Penguasa Laut, Dewa Laut, Mambang
Laut, Penjaga Laut, Makhluk Halus dan lain sebagainya. Dengan bentuk
simbolisasi tergantung pada pemahaman budaya masing-masing di masyarakat.
Perkembangan ritual ini mengikuti tingkat pengetahuan yang berkembang. Inilah
yang kemudian menjadi warisan kearifan lokal.
Melalui
ritual ini diharapakan waraisan budaya bangsa, khususnya yang berkaitan dengan
tradisi masyarakat pesisir dapat terpelihara dengan baik. Pada akhirnya akan
meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi
yang terkandung dalam budaya pesisir pantai.
Pesan Para Leluhur
Jagania
mpu kalalesana andala yitu
Bholi
so umakidha uwala antona maka haragangia dhuka temo padhangia iya
Ro namo
O tawo teingkita manusia ko sarong tasangu
Artinya: Jagalah selalu luasnya lautan itu. Jangan
hanya pandai mengambil isinya tetapi hormati pula dengan penciptanya. Karena
laut dengan kita manusia adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan.
Demikianlah ulasan mengenai tradisi masyarakat pesisir pantai
Kepulauan Bangka Belitung. Semoga dapat menambah dan memperkaya wawasan para
pembaca. ( Vau-G/ www.bapang007.blogspot.com
)
Catatan Kaki:
[1] ^ suku
Laut adalah suku bangsa yang bertempat tinggal di perahu dan hidup mengembara
di perairan Provinsi Riau dan pantai Johor Selatan. Suku Laut masuk dalam
kategori “Suku Terasing” di Indonesia sedangkan di Malaysia sebagai “Orang
Asli”.
Tabel Suku Laut di Asia Tenggara
No
|
Nama
|
Lokasi / Domisili
|
Religi
|
Bahasa / Dialek
|
1
|
Urak Lawoi’/Orak Lawoi’/Lawta/Chaw
Talay/Chawnam/Lawoi
|
Pulau Phuket, Phi Phi, Jum, Lanta, Bulon,
Lipe, Andang di Kepulauan Andang, Andaman Thailand Selatan
|
Traditional religion(animisme),Theravada Buddhism,Kristiani
|
Melayu Cho Lai/Melayu Urak Lawoi’[1]
|
2
|
Suku Moken
|
Thailand Selatan, Myanmar (Birma), dan
Malaysia (Laut Andaman)
|
–
|
–
|
3
|
Sea Gypsies/Sea Nomads
|
Filipina
|
–
|
–
|
4
|
Orang Suku Laut/Orang Laut/ Orang Sampan
Subgrup: Orang (Suku) Mantang, Orang (Suku) Mapor, Orang (Suku) Barok, dan
Orang (Suku) Galang
|
Gugusan pulau di Provinsi Kepulauan Riau,
Indonesia
|
Keyakinan lokal (memuja dewa laut); sebagian
telah menganut Islam dan Kristen
|
Dialek Orang Suku Laut
|
5
|
Suku Sekak
|
Provinsi Bangka Belitung, Indonesia
|
–
|
–
|
6
|
Badjao/Badjau, Bajao, Bajaw, Sama Dilaut
|
Pulau Kalimantan bagian timur, Sulawesi
Utara (Indonesia), Malaysia, Filipina
|
Keyakinan lokal; sementara yang lain
menganut Kristiani
|
Malayo-Polinesian
|
[2]
^ bajak
laut adalah sekelompok orang yang melakukan kekerasan di perairan bebas
tanpa mendapat wewenang dari pihak yang berkuasa seperti pemerintah
hingga termasuk dalam ruang lingkup pelanggaran hukum. Dimana tindakan ini
untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok tertentu. Sebutan lain bajak laut
yaitu perompak laut atau lanun.
[3]
^
patok merupakan sejenis perahu kecil yang terbuat dari kayu. Ditaruh berbagai
sesajian.
[4] ^ replika
kerangka rumah-rumahan sebagai simbol tempat tinggal.
[5] ^ salah seorang yang turun memeriksa
kondisi lokasi yang menjadi wakil dari Dewa Laut. Berada dalam keadaan tak
sadarkan.
Referensi:
1. Abdulhadi.
13 November 2015. Campak Dalong, Kesenian Tradisional Khas Suku Laut Bangka
Belitung. Kebudayaan Indonesia, kebudayaanindonesia.net. Diakses tanggal 28
April 2016, Jam 09.11 WIB.
2. Sartini,
Ritual Bahari di Indonesia: Antara Kearifan Lokal dan Aspek Konservasinya. Mata
Kuliah Kearifan Lokal, Fakultas Filsafat UGM.
3. Kepariwisataan:
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 10-Provinsi_Babel.pdf Diakses tanggal 29
April 2016, Jam 12.10 WIB.
4. Kadir,
Herson. FSB Universitas Negeri Gorontalo. Ekspresi Pandangan Dunia Kelompok
Sosial Pengarang dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Litera - Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya Volume 12, Nomor 1, April 2013, Halaman 129- 145.
5. Hurahura,
15 Juli 2012. Suku Sekak yang Terancam Punah. Majalah Arkeologi Indonesia. Hurahura.wordpress.com. Diakses tanggal 6 Mei
2016, Jam 20.00 WIB.
6. Begalor.com.
06 November 2008. Sekilas Suku Sawang dan Keseniannya. portal.belitungkab.go.id.
Diakses 6 Mei 2016, Jam 20.33 WIB.
7. Buang
Jong, Ritual Adat Suku Sawang. tamadunbangkabelitung.com.Diakses tanggal 28
April 2016, Jam 23.47 WIB.
8. Roziqin,
Nur. 25 Februari 2014. Buang Jong Suku Sawang Ritual Menghormati Leluhur.
korantransaksi.com. Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 21.04 WIB.
9. Tradisi
Buang Jung di Daerah Lepar Pongok Bangka Selatan.7 Desember 2015. Cermin
Kemarin, cksej.blogspot.com. Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 20.47 WIB.
10. Batman
“Sang Penyair Dari Laut”. Visit Bangka Belitung – Come & Explore,
visitbangkabelitung.com. Diakses 6 Mei 2016, Jam 20.36 WIB.
11. Begalor.com.
Sekilas Suku Sawang dan Keseniannya. 6 November 2008. Portal.belitungkab.go.id.
Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 20.33 WIB.
12. Profesor
Jepang Prakarsai Persatuan Suku Sekak. 9 November 2012, Jam 00.14 WIB.
radarbangka.co.id. Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 20.41 WIB.
13. Orang
Sekak di Bangka Belitung Terancam Punah. 20 November 2012, Jam 06.25 WIB. tribunnews.com.
Diakses tanggal 6 Juni 2016, Jam 08.07 WIB.
14. Ritual
dan Kepercayaan Masyarakat Pulau Bungin Kabupaten Sumbawa, Propinsi Nusa
Tenggara Barat. varianwisatabudayasundakecil.blogspot.co.id.Diakses tanggal 6
Mei 2016, Jam 20.54 WIB.
15. Dulu
Puja Pantai, Sekarang Pesta Laut. 6 Juli 2012. andongmisnon.blogspot.co.id.
Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 11.27 WIB.
16. Sejarah
sedekah laut. 20 November 2012. Cah Cilacap, facebook.com. Diakses tanggal 28
April 2016, Jam 11.13 WIB.
17. Jamuan
Laut: Upacara Tolak Bala Adat Melayu Serdang, Sumatera Utara.
m.melayuonline.com. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 09.13 WIB.
18. Macceratasi.
id.wikipedia.org. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 09.06 WIB.
19. Pesta
Puja Pantai. ms.wikipedia.org. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 11.31 WIB.
20. Ngaliman.
Sedekah Laut. muslimlokal.blogspot.co.id. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam
11.10 WIB.
21. Sedekah
Laut Poncosari. gudeg.net. Diakses tanggal 28 April 2016, Jam 11.24 WIB.
22. The
Mahmeri and The Sea. mukhrizhazim photojournalist. mukhrizhazim.com. Diakses
tanggal 25 Mei 2016, Jam 06.28 WIB.
23. Haroana
Andala., Ritual Bahari Yang Nyaris Tenggelam Di Dasar Samudera.
Hamzah…….Infokom Kota Bau-Bau, hamzahbaubau.wordpress.com. Diakses tanggal 25
Mei 2016, Jam 06.28 WIB.
24. Lapian,
Adrian B. 2009. Orang Laut Bajak Laut Raja Laut – Sejarah Kawasan Laut Sulawesi
Abad XIX. Penerbit Komunitas Bambu.
25. Marsanto, Khidir. 29 Desember 2010. Negara,
Adat Melayu, dan Orang Suku Laut di Kepulauan Riau*, iidmarsanto.wordpress.com.
Diakses tanggal 6 Mei 2016, Jam 21.08 WIB.
No comments:
Post a Comment