Setiap tanggal 15 bulan 7 penanggalan Imlek, yang dikenal
dengan Chit Ngiat Pan ( sembahyang pertengahan bulan ke tujuh Imlek ) atau
Sembahyang Rebut ( Chiong Shi Ku ). Diyakini
oleh warga Tionghoa Bangka pada
saat tersebut pintu akhirat terbuka ( Khoi Kui
Mun). Seluruh arwah akan turun ke bumi sejak permulaan bulan ke
tujuh. Diantara arwah tersebut, ada yang
bergentayangan dalam keadaan terlantar, sehingga mereka sangat membutuhkan
persembahan makanan. Arwah yang terlantar ini karena tidak memiliki keturunan,
meninggal tidak wajar, dan meninggal dalam kurun waktu lama ( generasi lanjut tidak kenal dan tidak memberi persembahan ).
![]() |
Sembahyang Rebut - wsj.com Images |
Budaya Tionghoa mengenal 3 sembahyang utama yakni sembahyang
Ko Ngian ( Imlek ), Chin Min ( Cheng Beng) dan Chiong Si Ku (Rebut) .
Beberapa tempat di Indonesia , mengenal sembahyang Chiong Si Ku dengan Cioko. Umat
Buddha menamai dengan perayaan Ulambana. Umat Khong Hu Cu dengan sembahyang Arwah
Umum / Jing Hao Peng. Ajaran Tao sebagai
perayaan Tionggoan ( 中元- Zhong Yuan ). Sedangkan Yu
Lan Hui ( Hari Arwah Tionghoa) di Serawak
dan Festival Hantu (鬼節 - Gui Jie) oleh masyarakat internasional.
Bulan ke tujuh penanggalan Imlek disebut dengan Bulan Hantu
yang mana dipercayai selama kurun waktu setengah bulan, pintu akhirat terbuka,
sehingga arwah berkeliaran di alam manusia. Kembali ke akhirat pada malam
tanggal 15 penanggalan Imlek. Konon pada bulan ke tujuh, orang Tionghoa akan
jarang sekali membuka usaha, pindah rumah dan resepsi pernikahan. Ditenggarai memiliki potensi kurang baik dan
ketidakberuntungan.
![]() |
Thai Se Ja - koranbabel.com Images |
Thai Tse Ja (Thai - yang paling Berkuasa; Tse - Orang
Meninggal ; Ja - Raja ) adalah Raja Akhirat. Penampilan keadaan duduk,
tangan kiri memegang buku dan tangan kanan memegang pena. Diyakini Thai Se Ja
sedang mencatat arwah gentayangan di bumi. Patung ini bertempat di halaman
Klenteng. Terdapat aneka persembahan seperti umbi-umbian, kacang, sayuran dan
buah di depan altar Thai Se Ja. Sajian
sebagai hidangan bagi arwah sebelum kembali ke akhirat.
Persiapan perayaan memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya besar.
Patung Thai Se Ja yang semakin besar dan tinggi, perlambang kemakmuran lingkungan setempat.
Patung terbuat dari kain atau kertas lima warna ( biru, hijau, merah, kuning
dan jingga). Kerangka bambu, dengan pundak Thai Se Ja dipasang payung dan
bendera perlindungan. Bendera tertulis “ Lin atau Liang” berarti manjur.
Payung yang menghiasi pundak Thai Tse Ja dikenal dengan “Payung Kramat” menjadi salah satu barang
lelang. Dipercaya membawa kemakmuran dan pelindungan. Dana lelang masuk ke kas
Klenteng.
Puncak sembahyang Rebut dibukanya kain atau kertas merah penutup
mata patung. Ritual ini dikenal dengan Khoi Kong. Ada sebuah harapan akan
kebaikan yang tercermin pada tulisan di dada Thai Tse Ja yaitu Hap Ka ( Ham Cung) Phin On - Kesejahteraan untuk seluruh warga masyarakat
. Persembahan di altar Thai Tse Ja akan
diperebutkan oleh masyarakat. Setiap orang harus mendapatkan, walaupun hanya sebutir
beras.
Ritual rebut diadakan pada tengah malam, jam 00.00 WIB.
Setelah aba-aba diberikan, maka masyarakat
dapat berebut persembahan altar. Hal inilah yang membuat sembahyang ini dikenal
dengan sembahyang Rebut. Pada ritual ini terdapat keunikan, setiap peserta
berusaha mendapatkan apapun. Dipercaya jika tidak memperoleh sesuatu, maka akan
memperoleh kemalangan. Namun sebaliknya, jika memperoleh dalam jumlah yang
banyak, akan memperoleh rezeki yang melimpah. Makanan hidangan arwah, dipandang lebih bernilai dibanding
makanan biasa. Menurut kepercayaan, arwah akan pergi ketakutan melihat banyak
orang yang agresif ketika berebut persembahan. Sehingga arwah akan cepat segera
meninggalkan dunia manusia.
Dalam ritual rebut, selain mengambil persembahan, ada suatu
benda unik yang menjadi daya tarik yaitu Fung Pu ( Kain Merah). Kain ini
disembunyikan di antara persembahan. Ini melambangkan keberuntungan. Dapat dijual
kembali dengan harga tinggi.
Setelah selesai, patung Thai Se Ja pun segera dibakar. Ini
sekaligus sebagai pertanda bahwa arwah
telah dibawa pulang oleh Thai Se Ja ke akhirat.
Klenteng yang biasa menyelenggarakan sembahyang Rebut yaitu:
a.
A. Klenteng Jaya Bakti, Desa Rebo, Kabupaten
Bangka,
b.
B. Klenteng Bakti, Parit 4 Kuday - Simpalet,
Sungailiat- Bangka,
c.
C. Klenteng Cetya Dharma Abadi, Desa Pohin,
Sungailiat
Makna ritual sembahyang Rebut sebagai keinginan berbagi dan
membantu baik manusia maupun arwah.
Sehingga disebut pula bulan Berdana.
Orang berdoa dan memberi persembahan. Harapan arwah dapat memperoleh
ketentraman dan tidak mengganggu manusia. Peserta dapat
menikmati barang-barang persembahan .
Sembahyang Rebut memberikan dampak sosial bagi masyarakat
untuk saling gotong royong, tanggung jawab, bersatu padu dan berkumpul.
Terdapat komunikasi intensif sejak beberapa bulan untuk persiapan sembahyang. Umat awam datang
membantu panitia, bahkan yang telah jauh merantau akan memberikan sumbangan dalam
bentuk uang, buah-buahan, sembako dan lain sebagainya. Dampak sosial di atas
dapat pula mempererat hubungan kekeluargaan.
Sesuai dengan ajaran
Lao Tze, prinsip Yin-Yang, menciptakan keteraturan atau keharmonisan dalam masyarakat. Menjalankan
ajaran Kong Hu Cu bahwa manusia budiman
selalu membantu dan memperhatikan penderitaan orang lain.
Atraksi Sembahyang
Rebut
A.
Ko Fo San – Melewati Kobaran Api. Ritual berjalan
di atas bara api. Dipimpin oleh seorang
Thai Pak (orang pintar ) dengan
membaca mantra dan menyemburkan air .
Terlebih dahulu, ia akan mencoba berjalan
berulang kali di atas bara api. Setelah itu diikuti oleh para peserta.
Masyarakat mempercayai jika berjalan di
atas bara api akan menyembuhkan penyakit dan sebagai tolak bala.
B.
Ko Po Li Sak – Melewati pecahan beling kaca. Syarat
ritual ini menggunakan pecahan kaca baru. Sama dengan ritual Ko Fo San, masyarakat akan berjalan di atas pecahan
kaca, tanpa mengalami rasa sakit dan terluka.
C.
Ko Jiw Bok –
Wadah minyak panas. Minyak kelapa dari 7 buah kelapa yang memiliki 7
mata. Dimasak menggunakan 7 mata air sungai. Setelah minyak mendidih, orang
pintar akan menjapa mantra. Para peserta akan bergantian mencelupkan tangan dan
mengusap-usap minyak tersebut ke wajah atau anggota tubuh lainnya. Minyak hanya
terasa hangat.
D.
Ko To San – Melewati Pisau Tajam.
Di Bangka, pertunjukan Ko Fo San dan Ko Po Li Sak yang masih
sering dijumpai dalam perayaan.
Latar belakang sembahyang Rebut
Kisah bakti seorang anak bernama Bok Lian. Setelah ibunya
meninggal, Bok Lian pergi menghadap ke Raja Akhirat. Membawa sebuah bendera
sakti pemberian gurunya. Dalam perjalanan ke akhirat, bertemu dengan
beberapa arwah sedang menjalani hukuman.
Setelah sampai di hadapan Raja Akhirat, Bok Lian memohon kepada Raja Akhirat
untuk mengampuni ibunya. Raja menyetujui dengan syarat Bok Lian mau
menggantikan hukuman ibunya selama 1 bulan lamanya.
Sehubungan dengan keputusan ini, Raja Akhirat pun memutuskan untuk
menangguhkan hukuman arwah selama setengah bulan dan membuka pintu akhirat.
Dari sini, orang Tionghoa menyelenggarakan sembahyang rebut untuk memberikan
persembahan bagi arwah.
Serba serbi Sembahyang
Rebut
A. Lukisan Dinasti Qing - Perayaan Festival
Hantu.
![]() |
Lukisan Perayaan Festival Hantu, Dinasti Qing - ancient.eu Images |
B. Beberapa perayaan Sembahyang Rebut dari
Berbagai Negara.
1Tet Trung Nguyen (Vu Lan) - Vietnam
Perayaan yang diadakan di Vietnam, setiap tanggal 15 bulan 7
penanggalan Imlek. Dikenal pula dengan Xa Toi Vong Nhan ( Hari Para Arwah).
Pada hari itu, dipercaya pintu akhirat akan terbuka. Arwah akan pulang dan
berkumpul kembali ke rumah keluarga yang masih hidup. Pagi hari telah dipersiapkan
aneka hidangan untuk arwah leluhur . Setelah acara sembahyang, anggota keluarga
berkumpul makan bersama. Menu
vegetarian menjadi pilihan utama pada
saat perayaan. Sore hari, akan dipersiapkan hidangan untuk arwah yang tidak
memiliki keluarga. Hidangan tersebut diletakkan di depan rumah. Baru menjelang
malam baru diadakan upacara melarung lentera di sungai sambil memanjatkan harapan yang ingin
dicapai. Upacara ini menghadirkan cahaya-cahaya yang berkilauan di atas
sungai dan suasana terasa sangat
khidmat.
2 Segaki - Jepang
Segaki yang berarti memberi makan hantu kelaparan. Bertujuan
untuk mengurangi penderitaan dari gaki atau
muenbotoke ( arwah yang tidak memiliki sanak saudara). Hantu
ini sangat tersiksa akibat rasa lapar yang tidak terpuaskan. Secara tradisional
juga dirayakan sebagai bagian dari Urabone ( Ullambana) pada bulan Juli. Ritual
diadakan di Kuil Buddha dan biasanya juga
meletakkan segaki –dana ( rak
persembahan untuk arwah) di rumah. Persembahan dapat berupa nasi dan air minum.
3Pchum Ben – Kamboja
Bulan ke-10 atau bulan Pheaktrobotr dalam
penanggalan Khmer, orang Kamboja merayakan Pchum Ben ( Khmer: បុណ្យភ្ជុំបិណ្ឌ
sebagai Hari Para Leluhur ) berlangsung selama 15 hari. Bertepatan pula
dengan masa vassa para Bhikkhu. Perayaan ini menjadi salah satu perayaan
penting di kalender Khmer selain Tahun Baru di bulan April.Kata “Phchum” berarti kumpul bersama dan “ Ben” berarti bola nasi.
Pada perayaan ini, orang Kamboja mengadakan penghormatan kepada leluhur sampai 7 generasi awal. Bhikkhu memanjatkan paritta suci dalam bahasa Pali sepanjang malam secara berkesinambungan sejak pintu neraka terbuka.
Selama masa ini, preta (arwah) akan keluar. Agar tidak mengganggu, manusia mempersembahkan sejumlah makanan. Selain itu ada persembahan makanan kepada Para Bhikkhu Sangha di Pagoda setempat. Jasa perbuatan baik ini dilimpahkan kepada arwah leluhur (1). Kegiatan mulai di pagi hari. Orang berbagai usia berkumpul dan memakai pakaian tradisional.
Tata cara mempersembahkan dengan melemparkan langsung bola nasi ke udara atau ke lapangan terbuka di luar Pagoda. Untuk arwah yang tidak dapat masuk ke dalam Pagoda karena semasa hidupnya melakukan banyak perbuatan jahat.
Kekinian, bola nasi dimasak dengan santan kelapa bercampur aneka bahan2 tradisi setempat. Ini memberi ciri khas tersendiri antar masing2 bola nasi.
Para peserta perayaan membawa kue Num Onsam dan Num Korm yang manis untuk saling bertukar. Bertujuan memupuk rasa persaudaraan. Perayaan ini menjadi hari libur nasional. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk pulang kampung halaman untuk merayakan dan kumpul bersama.
Ho Khao Padabdine – Laos
Setiap tahun, Hari Orang Mati –
Ho Khao Padabdine berlangsung pada hari ke 15 bulan sembilan dari penanggalan
Laos. Umat Buddha melakukan jasa-jasa
kebajikan dengan mempersembahkan makanan kepada Para Bhikkhu. Jasa kebajikan
ini dilimpahkan kepada leluhur.
Persembahan makanan berupa Tomh
Khao, Khao Nom Neb, dan buah. Memiliki arti sebagai tanda penghormatan kepada
leluhur.
Ho Khao Padapdine berarti “mengirimkan nasi dan meletakkan di
lantai”.
Pagi hari saat gelap gulita,
persembahan berupa makanan asin, buah, kue, sirih dan rokok diletakkan
di depan stupa abu leluhur, di bawah
pohon dan di sudut Vihara dengan
dibungkus daun pisang atau teratai.
Harapan saat gelap, arwah leluhur dapat
menikmati persembahan.
Suara tabuhan gong Pagoda terdengar
hingga ke jalan-jalan, pertanda perayaan telah mulai. Persembahan kepada
Bhikkhu mulai dibawa. Tak lupa pintu masuk pagoda, tergantung persembahan pada
tiang untuk orang meninggal karena kekerasan atau tidak memiliki sanak
keluarga.
Selamat merayakan sembahyang rebut ( Chiong Shi Ku ) . Semoga pemberian baik material maupun non material
akan memperoleh berkah-berkah kebaikan baik
bagi arwah leluhur maupun arwah lain serta bagi para pemberi.
Catatan Kaki
[1] ^ Menurut ajaran Buddha, arwah
tertentu mampu “memakan” persembahan. Untuk arwah jenis yang lain, hanya dapat turut
berbahagia atas kebaikan berupa persembahan yang telah dilakukan oleh sanak
keluarga.
Referensi
1. Celebrate Chinese Culture: Chinese
Literature, Diterjemahkan oleh Li En dan Chan Ying Kit, PT. Elex Media
Komputindo, 2014.
2. Celebrate Chinese Culture: Chinese
Folk Customs, Diterjemahkan oleh Shirley Tan, PT. Elex Media Komputindo, 2015.
3. Celebrate Chinese Culture: Chinese Auspicious
Culture, Diterjemahkan oleh Evy Wong dkk, PT. Elex Media Komputindo, 2014.
4. Ghosts in Chinese Culture, en.wikipedia.org,
Diakses tanggal 19 Februari 2017, Jam 23.01 WIB.
5. Tanggok, M. Ikhsan, Agama dan
Kebudayaan orang Hakka di Singkawang, Kompas, Jakarta 2017.
6. Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa Selajang
Pandang, Penerbit Keng Po, Jakarta, 1961.
7.
Rika Theo dan Fennie Lie, Kisah Kultur
dan Tradisi Tionghoa Bangka, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2014.
8. Segaki. Wikipedia.org. Diakses
tanggal 27 Maret 2017, Jam 05.45 WIB.
9. Hungry Ghost Festival, traditions.cultural-china.com, diakses tanggal 19 Februari 2017,Jam 22.59 WIB.
9. Hungry Ghost Festival, traditions.cultural-china.com, diakses tanggal 19 Februari 2017,Jam 22.59 WIB.
10. Vu Lan Festival , toursinvietnam.com,
diakses tanggal 7 Maret 2017, Jam 23.16 WIB.
11. Feeding the Ancestors: The
Cambodian Pchum Ben Festival,
mekong.net, diakses 15 Agustus 2017, Jam 20.29 WIB.
12. Boun Ho Khao Padabdine, luangprabang-laos.com diakses tanggal
20 Agustus 2017, Jam 22.29 WIB.
nice info makasih
ReplyDeleteharga casing sosis