Sunday, 15 November 2015

Festival Pertengahan Musim Gugur ( Mid-Autumn Festival) Orang Tionghoa.

Festival Mid-Autumn adalah perayaan pertengahan musim gugur yang dikenal sebagai “Zhong Qiu Jie”. Dalam bahasa Hokian dikenal pula dengan “Tiong Jiu”. Pada umumnya di Indonesia lebih dikenal sebagai “Festival Kue Bulan”, karena hampir semua orang etnis Tionghoa pada hari itu makan “Kue Bulan” yang berbentuk bulat seperti bulan purnama. Bahkan hampir semua orang mengkonsumsi kue bulan beraneka ragam rasa ini di seluruh dunia.
Dewi Bulan - marshmallow92.wordpress.com images
Festival Pertengahan Musim Gugur dimulai lebih dari 2000 tahun yang lalu untuk menyembah para Dewa. Pada zaman dahulu, pertanian merupakan kegiatan utama. Pada pertengahan bulan 8, biasanya memasuki musim panen. Pada hari itu langit cerah dan bagus. Orang-orang merayakan pesta panen bersama-sama sebagai tanda “Alam dan manusia adalah satu”.

Semasa Dinasti Song, menyembah bulan mulai dilakukan. Hal ini oleh pengaruh orang-orang yang terpelajar. Menghidangkan kue bulan muncul pada Dinasti Yuan. Pada masa itu, perayaan pertengahan musim gugur menjadi hal yang penting.

Pada pemerintahan Dinasti Song, perayaan yang  jatuh pada bulan purnama tanggal 15 bulan 8 penanggalan Imlek sebagai hari penyembahan kepada Chang’e, Sang Dewi Bulan. Orang Tiongkok kuno percaya seorang dewa laki-laki hidup di dalam matahari yang bersifat panas atau “Yang” sedangkan bulan yang bersifat dingin (“Yin”) adalah tempat tinggal seorang dewi. Tradisi menyembah Dewa Matahari dilakukan pada bulan semi dan Dewi Bulan pada musim gugur. Mereka mempercayai jika hasil panen tergantung pada Dewi Bulan yang mengatur cuaca dan musim di bumi. Sehingga festival ini diperingati secara besar-besaran untuk memohon cuaca yang baik agar panen berlimpah ruah.

Orang-orang berdoa sambil menghadap ke bulan atau mendirikan altar di rumah dengan gambar Dewi Bulan. Menyediakan makan-makanan sebagai persembahan. Setelah berdoa, mereka berkumpul dengan duduk di luar, menikmati keindahan bulan purnama, dan bercerita mengenai legenda Sang Dewi Bulan kepada anak-anak.

Pada tanggal ini, bulan memiliki cahaya yang paling terang dan memiliki ukuran yang besar. Hal ini dapat disebabkan oleh posisi bulan yang berada pada posisi terdekat dengan bumi dalam sepanjang tahun. Banyak kiasan tionghoa yang mengkaitkan antara kecantikan seorang perempuan dengan keindahan bulan purnama.

Satu keluarga berkumpul bagaikan bulatnya bulan purnama, menjalin kembali ikatan persaudaraan yang rukun dan harmonis sehingga berbagai kesulitan yang dihadapi dapat diatasi.

Kisah legenda Chang’e Sang Dewi Bulan memberikan pelajaran yang baik. Bahwa setiap individu harus mampu mengatasi rasa ego dalam diri masing-masing dan menjaga keluarga agar rukun-harmonis. Keluarga juga merupakan dasar terbentuknya negara yang kuat dan maju.

Ada sebuah sajak yang terinspirasi dari legenda Sang Dewi Bulan: 

Aku kehilangan srikandi Yang.
Anda terenggut pahlawan Liu. *
Arwah kedua pahlawan melambung tinggi
Menembus ujung langit.
Tanya kepada Wu Gang apa yang dimiliki,
Wu Gang menyajikan arak bunga Gui.

Chang’e yang kesepian
Mengenakan gaun lengan longgar,
Menari di cakrawala bagi arwah pahlawan bangsa.
Terbesit berita harimau (penindasan) di negeri ini
telah ditaklukkan. **
Airmata haru tercurah menjadi hujan lebat.
                                            (*) Keduanya gugur dalam perjuangan kemerdekaan Tiongkok tahun 1930-an
                                            (**) Kemerdekaan Tiongkok tahun 1949

Menurut temuan para ahli arkeologi, antara 2500-3000  SM pada Dinasti Xia, terdapat masyarakat trube yang dikepalai oleh  seorang kepala suku bernama YI Yi dan istri bernama Chang E. Yi Yi adalah seorang pemanah jitu dan pandai berperang. Karena perebutan kekuasaan, mereka dibantai oleh lawan. Makam mereka ditemukan di wilayah Shan Dong yang disebut  “ Kawasan Budaya Longshan”. Maka  legenda “Chang’e” memiliki dasar sejarah, dengan ditambah cerita mitologi.

Kue Tiong Jiu Pia

Kue Tiong Jiu Pia - id.shenyunperformingarts.org images
Menurut kepercayaan rakyat, tradisi kue bulan “Tiong Jiu Pia “ dimulai ketika Tiongkok dijajah oleh bangsa Mongol dibawah pimpinan Kubilai Khan yang kemudian mengumumkan berdirinya Dinasti Yuan (1271-1368). Dalam satu kesempatan, kelompok pejuang orang Han, menuliskan surat yang diselipkan didalam kue. Isi pesan itu agar seluruh rakyat bersatu padu untuk menggulingkan pemerintahan Mongol pada malam tanggal 15 bulan 8.  Semenjak saat itu, timbullah semangat rakyat Tiongkok untuk mengusir penjajah mongol. Sejak itu Kue Tion Jiu Pia memiliki nilai sejarah.

Tahukah Anda?

Pada tahun 1969, manusia mendarat di bulan untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia. Beberapa saat sebelum pendaratan tersebut, terjadilah percakapan antara tim astronot dengan Houston Capcom.

Houston:  Salah satu pesan yang diterima pagi ini adalah agar kalian memperhatikan seorang wanita cantik dengan kelinci yang besar. Ada legenda yang mengatakan bahwa di bulan ada seorang wanita cantik bernama Chang’e hidup di bulan selama 4000 tahun terakhir. Dia hidup disana karena diasingkan. Kalian juga dapat menemukan kelinci Tiongkok yang besar yang berdiri di bawah pohon Cinnamon.
Buzz Aldrin:  Ok, kami akan mencari wanita dan kelinci tersebut.

Chang E 3 - voaindonesia.com images
Pada 3 kali ekpedisi ke bulan tahun 2007, 2010 dan 2013, Tiongkok menamakan ketiga pesawat antariksa sebagai Chang E 1, Chang E 2 dan Chang E 3.

Yutu - www.luarangkasa.com images
Satelit yang dipergunakan untuk mendarat di Bulan dinamakan “ Yutu” atau Kelinci Giok. Tiongkok menjadi negara ke-3 setelah AS dan Uni Soviet yang berhasil mendarat di bulan. (Vau-G/www.bapang007.blogspot.com).





Referensi:
1.          ^ Husen TKS, Cerita Rakyat dalam Masyarakat Tionghoa,  Penerbit Tekad Mandiri, 2013.
2.          ^ Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa Selajang Pandang, Penerbit Keng Po, Jakarta, 1961.
3.          ^ Christine, 5000 Tahun Ensiklopedia Tionghoa 1, Penerbit St. Dominic Publishing, 2015.
4.          ^ Goh Pei Ki, Origins of Chinese Festivals – Asal Mula Festival Cina, PT. Media Elex Komputindo, Jakarta, 1997.

No comments:

Post a Comment