![]() |
Batu Balai - travel.detik.com images |
Pada zaman dahulu, di tengah-tengah hutan di Mentok
hiduplah seorang perempuan tua. Ia mempunyai seorang putra bernama Dempu Awang.
Kehidupan mereka sangat sederhana. Mereka hidup dari hasil ladang yang ditanami
ubi, keladi dan lain-lain.
Hasil ladang yang mereka peroleh sangat sedikit.
Dempu Awang bermaksud merantau mencari pekerjaan yang lebih baik. Sang ibupun
mengizinkan keinginan Dempu Awang tersebut.
Dempu Awang berangkat menumpang kapal layar menjadi
anak buah kapal untuk membayar ongkos. Sepeninggal Dempu Awang, ibunya tinggal
seorang diri di tengah hutan. Ia selalu berdoa agar anaknya selamat dan
mendapat pekerjaan. Tak terasa sepuluh tahun telah berlalum Dempu Awang telah
menjadi seorang yang kaya raya, mempunyai istri yang cantik dan anak orang
kaya. Namun, ia tidak pernah memberikan kabar kepada ibunya.
Suatu hari, Dempu Awang bermaksud pulang ke kampung
halaman untuk menemui ibunya. Berangkatlah ia bersama istrinya ke Mentok dengan
naik perahu layar miliknya. Tak berapa lama, sampailah perahu layar Dempu Awang
di perairan kampung halamannya.
Ketika melihat ada perahu layar berlabuh, nelayan-nelayan
yang sedang berada di pantai perairan itu mengayuhkan sampan-sampan mereka ke
perahu itu. Ketika sudah dekat, mereka melihat seorang anak muda bersama
seorang perempuan berdiri di pinggir geladak. Anak muda itu memberi isyarat
agar para nelayan itu naik ke perahunya.
Anak muda itu segera menanyakan keadaan ibunya. Para
nelayan itu mengatakan bahwa wanita tua itu masih hidup dan berada seorang diri
di tengah hutan.
Mendengar itu, Dempu Awang minta tolong kepada
nelayan-nelayan itu agar membawa ibunya ke perahu. Wanita tua itu dijemput oleh
para nelayan dan dibawa ke perahu. Ketika Dempu Awang melihat wanita tua renta
itu menaiki tangga perahu, cepat-cepat disuruhnya pelayan untuk mengusir wanita
tua itu. Dempu Awang malu mengakui ibunya yang sudah tua renta dan berpakaian
compang-camping di hadapan istrinya.
Sementara itu, di pinggir perahu wanita tua itu
menyatakan bahwa ia adalah ibu Dempu Awang dan mengetahui adanya tanda goresan
di kening akibat bekas luka jatuh.
Mendengar perkataan wanita itu, Dempu Awang menjadi
marah dan tidak memberi kesempatan kepada perempuan tua itu untuk naik ke
tangga perahunya. Melihat kejadian itu, istri Dempu Awang menasehati agar
menerima ibunya dan tidak perlu malu atas hal ini.
Tanpa memperdulikan kata-kata istrinya, Dempu Awang
mendorong perempuan tua itu hingga terjatuh dari tangga perahu ke dalam sampan
yang membawanya tadi. Para nelayan sangat sedih melihat keadaan wanita itu,
lalu mengayunkan sampannya pulang.
Di dalam sampan, wanita tua itu berlutut sambil mengangkat
kedua belah tangannya ke atas. Ia mohon kepada Yang Mahakuasa agar memberikan
balasan yang setimpal kepada Dempu Awang. Dempu Awang telah menjadi anak
durhaka, tidak mengakui ibu kandungnya.
Sewaktu Dempu Awang akan berlayar meninggalkan
perairan kampung halamannya, tiba-tiba turun angin rebut serta hujan lebat
ditambah guntur dan petir. Saat itu juga, perahu Dempu Awang pecah terbelah
dua, lalu karam. Setelah angin rebut dan hujan reda, ternyata perahu bersama
Dempu Awang telah menjadi batu, sedangkan istrinya menjadi kera putih.
Menurut kepercayaan orang-orang di Mentok, batu itu
sampai sekarang masih ada menyerupai kapal dan terletak 3.5 km di sebelah utara
Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka-Belitung. Batu-batu itu
berukuran lebih kurang 8x6 meter dan tingginya 5 meter. Ada hal yang menarik,
ketika batu ini dipukul dengan tangan maka akan terdengar suara pong-pong.
Pada zaman dahulu, di samping batu itu terdapat
kantor pemerintahan serta tempat orang-orang kampung di sekitar untuk
bermusyawarah. Tempat ini disebut balai. Sehingga batu itupun dinamakan “batu
balai”. Sampai sekarang batu balai masih terpelihara dengan baik.
Kesimpulan:
Cerita ini termasuk legenda. Pesan
yang terkandung dalam cerita ini adalah dimana pun dan dalam keadaan apapun,
hendaknya kita jangan lupa akan asal-usul kita. Kita tidak perlu malu mengakui
keadaan kita dulu. Selain itu, hormat kepada orang tua adalah suatu perbuatan
yang terpuji. (Vau-G/www.bapang007.blogspot.com).
1. ^ Rina Hendra Salam dan Seno
Budiharto, Seri Pendidikan Budaya – Cerita Rakyat dari Bangka (Sumatra Selatan)
, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1997.
2. ^ Legenda Batu
Balai, http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/140-legenda-batu-balai
3. ^ Kisah Anak yang Durhaka, http://wisataohhwisata.blogspot.co.id/2012/11/kisah-durhaka-dibalik-batu-besar-balai.html
No comments:
Post a Comment